Kamis, 25 Desember 2008

4N = ATM = Mee Too


Guru marketing Hermawan Kartajaya selalu menekankan agar produk kita laku dan menjadi nomor satu, maka harus selalu menampilkan be different dan be innovation. Terlihat bahwa apa yang disampaikan oleh Pak Hermawan menjadi hal yang mutlak.

Pertanyaan berikutnya yang menggelayuti benak saya adalah, apakah produk yang dibilang mirip tidak bisa menyalip produk yang lebih dahulu ada? haruskah kita 100 persen berbeda dan 100 inovasi baru? Idealnya mungkin iya. Tapi, kalau melihat sejumlah perusahaan yang sukses di dunia ini kadang juga tidak 100 persen berbeda dan 100 hasil inovasi baru. Mungkin kita bukan yang pertama (penemu suatu produk), tapi yang tercepat dalam inovasi.

Kalau mau jujur, Google pun muncul dan kini menjadi perusahaan nomor satu dunia, merupakan bentuk pengembangan dari mesin pencari yang saat itu sudah ada yakni Altavista. Yang pasti, kini Google, mampu menyalip pendahulunya. Kunci sukses Google adalah, mampu melakukan berbagai perbaikan dari sistem pencari terdahulu. Dan mereka juga tidak bosan untuk terus menyempurnakannya. Belum tentu baru, tapi yang pasti jauh lebih bagus.

Hal yang sama juga bisa dilihat di berbagai situs di tanah air, baik itu situs berita, situs e-commerce, atau situs jejaring sosial. Pastinya, situs-situs ini secara teknologi, model desain, dan tetek bengeknya mencontek dari situs-situs di luar negeri yang sudah ada terlebih dahulu. Tinggal dipoles dan dimodifikasi sesuai keperluan dan karakter pembaca di Tanah Air. Jadi, secara teknologi sudah ada, tinggal siapa duluan yang bisa memunculkan. Selanjutnya tinggal diklaim: Pertama di Indonesia.

Model ini sering dikenal dengan ATM alias Amati, Tiru, dan Modifikasi. Kalau soal ukuran sukses dan tidaknya, mungkin perlu dilakukan pengukuran kuantatif dan kualitatif lebih lanjut.

Ada pelajaran yang bisa dipetik dari salah satu buku yang berjudul: Orang Terkaya di Indonesia 2007. Buku terbitan Pustaka Timur, 2007, itu mengupas kisah sukses 10 tycoon di Tanah Air. Sungguh luar biasa! Usaha mereka mungkin ada yang memiliki kesamaan satu dengan yang lain, tapi mereka bisa survive dan akhirnya bisa menjadi juara. Meski, ada di antara mereka muncul belakangan. Incumbent dalam dunia bisnis belum tentu akan selamanya juara.

Saya ambil contoh pengalaman dari Bos Wings Group Eddy William Katuari. Dari sisi bisnisnya hampir sama dengan bisnis yang dijalankan oleh Unilever (produk toileter). Juga hampir sama dengan bisnis Indofood (mie instans). Tapi dengan gaya 4 N = niteni (melihat), nitili (menganalisa), niroke (menirukan), nambahi (memberi nilai tambah), dia berhasil mengejar sang incumbent. Produk Wings memang saat ini menjadi produk Mee Too (produk yang membayangi). Tapi jangan salah, jika incumbent lengah, dalam satu kelokan akan tersalip.

Itu baru soal model dalam pengembangan bisnis. Yang tak kalah luar biasanya dari para tycoon itu adalah semangatnya yang luar biasa, tidak pernah berhenti berpikir untuk menangkap peluang, tidak mudah menyerah meski kadang harus menelan kegagalan, dan pasti bukan orang yang cengeng, sedikit-sedikit merengek.

Selasa, 23 Desember 2008

Permasalahan Jakarta Tetap Sama


Kita mungkin sudah bertahun-tahun tinggal di Jakarta. Tapi, permasalahan yang muncul di Ibu Kota ini tetaplah sama. Paling tidak poin yang selalu muncul adalah: banjir, angkutan umum, kemacetan, dan kriminalitas.

Tak ayal, karena permasalahan yang sama, maka pertanyaan media pun untuk mengkritisi kepemimpinan duet Fauzi Bowo-Prijanto yang telah setahun memimpin Jakarta (2007-2008) tetap sama. Jawaban dari dua petinggi itu pun juga relatif sama.

Duet Foke-Prijanto, dalam setahun kepemimpinannya seperti terefleksi dalam evaluasi kinerja Pemprov DKI sepanjang 2008 juga belum menunjukkan hal yang luar biasa. Saban hari warga Jakarta tetap harus bermacet ria, angkutan umum tetap mahal, kriminalitas masih tinggi, dan banjir pun selalu mengancam tatkala musim hujan tiba.

Untuk masalah kemacetan, kebijakan Foke-Prijanto yang mengundang kontroversi adalah pengajuan jam sekolah. Anak-anak sekolah dipaksa untuk masuk lebih pagi. Hal itu untuk menghindari jam-jam macet. Efektifkah? Tunggu dulu. Kelihatannya soal pengajuan jam sekolah ini masih perlu dikaji. Jangan-jangan justru hal itu akan menambah beban anak didik yang akhirnya mempengaruhi kejiwaannya. Wuih, serem ya. Pastinya perlu kajian yang mendalam soal dampaknya.

Foke-Prijanto juga tengah mengkaji untuk mengatur jalur-jalur khusus untuk pengendara sepeda motor maupun pembatasan jumlah kendaraan bermotor terutama mobil.

Dalam suatu kesempatan diskusi dengan sejumlah Pemimpin Redaksi, Selasa (23/12/2008), Foke dan Prijanto memaparkan panjang lebar soal kinerjanya sepanjang 2008. Mereka berdua juga mengaku tidak alergi untuk dikritik. Namun, semua hal yang tengah mereka lakukan tidak bisa seketika mengubah Jakarta. Perlu waktu untuk bisa sampai pada tahap perubahan yang baik.

Foke pun mengaku kecewa dengan masih tersendatnya Banjir Kanal Timur untuk mencegah banjir di Ibukota. Pasalnya, dana konsinyasi yang dititipkan ke Pengadilan Negeri sebagai bagian pembebasan lahan juga tidak bisa segera diimplementasikan karena terkait masalah lainnya. Akhirnya, Jakarta belum bebas banjir.

Namun dari semua kekurangan itu, seluruh warga Jakarta mesti fair untuk memberikan kesempatan kepada Foke-Prijanto menyelesaikan segudang PR yang tak kunjung selesai itu. Setelah itu kita tunggu lima tahun ke depan dan kemudian bisa dievaluasi berhasil atau tidak.

Jumat, 19 Desember 2008

Berita = Oksigen


Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh yang dikenal sebagai guru besar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, tidak hanya piawai dalam teknologi tapi juga piawai dalam merangkai kata.

Hal itu terbukti saat Profesor Nuh memberikan kata sambutan dalam sebuah acara peluncuran situs berita di Jakarta Rabu 17 Desember lalu. Pak Nuh mengingatkan bahwa berita ataupun informasi itu layaknya oksigen.

Dia memaparkan, oksigen jika dihirup bisa memiliki dua dampak. Oksigen yang bersih dan tidak terkontaminasi, maka akan menyegarkan. Tapi oksigen yang tercemar atau terkontaminasi maka akan menyesakkan.

Demikian halnya dengan media massa yang menyiarkan informasi atau berita. Jika berita atau informasi itu bersih dan tidak terkontaminasi maka dia akan menyegarkan. Demikian sebaliknya.

Tidak berhenti disitu, Pak Nuh mengingatkan kepada media massa untuk mengikuti rambu-rambu yang ada. “Media massa memang harus bebas. Tapi setiap kebebasan itu selalu dibatasi oleh kebebasan yang lain. Maka, jika semuanya mau bebas tanpa memperhatikan kebebasan yang lain, yang ada adalah hukum rimba.”

Dalam pandangan Menkominfo, media akan memberikan kontribusi yang positif ke masyarakat jika setidaknya memberikan 3E, yakni: Education (pendidikan), Empowering (pemberdayaan), dan Enligtening (pencerahan).